SANGATTA – Salah satu petani daun bawang, Ardan Kholis di Jalan Simono, Sangatta Utara memproduksi pupuk buatan organik, dari limbahkelapa sawit atau jangkos sebagai alternatif pengganti pupuk non subsidi.
Hal itu dilakukan oleh Ardan yang juga sebagai Ketua Kelompok Tani Sukses Makmur Bersama untuk menekan biaya produksi.
Ia menilai, penggunaan pupuk organikbuatan lebih murah dibandingkan menggunakan pupuk non subsidi.
“Kalau subsidi 1 karung 50 kilogram harganya Rp120 ribu artinya per kilogram kena harga Rp 2.400, sedangkan pupuk buatan setelah dihitung-hitung hanya Rp 400 per kilogram,” ungkap Ardan, Rabu (14/6/2023).
Ardan mengatakan, bahan baku pupuk buatan yang menggunakan jangkos (janjang kosong) diperoleh dari daerah Muara Badak.
Biasanya apabila ia mengambil 1 truk dengan muatan sekitar 8 ton, maka akan susut 40 persen setelah difermentasi menjadi kompos.
Sehingga, dalam 1 truk muatan jangkos itu dapat menghasilkan kurang lebih 5 ton pupuk organik.
“Kalau harganya satu truk itu Rp 2 juta dan hasilnya 5 ton pupuk artinya jadi Rp 400 per kilogram, jadinya kan murah sekali,” imbuhnya.
Adapun kebutuhan pupuk buatan untuk tanaman daun bawang seluas 400 meter dibutuhkan sekitar 40 sampai 50 kilogram.
Sedangkan pemupukannya dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu periode penanaman, yakni di umur tanaman 25 hari dan 40 hari.
Setiap dua bulan sekali, Ardan sudah bisa panen daun bawang.
“Yang sudah tertanam ini (daun bawang) baru 3/4 hektare, target saya 1 hektare, ini saya bisa panen 50 kilogram daun bawang,” terangnya.
Selain itu, Ardan juga bercerita, awalnya ia menanam cabai, karena dirasa waktu panennya agak lama dan banyak kendala, ia mencoba menanam daun bawang.
Ternyata, menanam daun bawang cukup mudah dan perawatannya juga lebih mudah.
Di sisi lain, menanam daun bawang juga masa panennya lebih singkat serta penyakit tumbuhannya tidak banyak.
“SDM yang saya miliki mampu memasok daun bawang sebanyak 50 kilogram per hari, bisa kita kalkulasikan misalnya harganya Rp 30 ribu per kilogram, sudah dapat Rp1,5 juta,” urainya.
Di akhir cerita, ia berharap kelangsungan kelompok tani di wilayahnya, Jalan Simono, diperhatikan oleh pemerintah, salah satu hal yang paling krusial saat terjadi banjir besar.
Misalnya seperti saat Hari Raya Idul Fitri tahun lalu, yang mana Kota Sangatta sempat dilanda banjir besar sehingga berdampak pada lahan di lokasinya.
“Iya tanaman-tanaman yang lain milik kelompok tani lainnya juga terendam banjir, dampaknya lebih dari 5 hektare,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah agar membenahi drainase yang bermuara ke wilayah pertanian di kelompok tani Simono tersebut.
Di mana, drainase utama saat ini dipergunakan untuk budi daya ikan oleh warga setempat dengan cara yang salah, membendung drainase.
Sedangkan posisi lahan kelompok tani di Simono meruoakana rea rendah serta dapat aliran air dari sungai Pit J.
“Harapan kami, ini masalah krusial, agar drainase utama diperbaiki dan digunakan semestinya,” tutupnya.